Pengembang Game Ungkap Preferensi Remaja: Minim Ketertarikan pada Unsur Romance

Para penggemar video game tetap berkembang dari berbagai usia—mulai dari anak-anak, remaja, hingga orang dewasa. Berbagai survei dan studi telah dilakukan untuk menggali dampak serta preferensi para pemain terhadap konten hiburan.

Baru-baru ini, sebuah survei oleh pengembang game berusaha memahami keinginan remaja, termasuk para gamer. Hasilnya menunjukkan bahwa generasi muda kini tampak kurang tertarik pada unsur-unsur romantis dalam hiburan.

Dalam presentasi di acara industri video game D.I.C.E Summit pekan lalu, Sharon Tal Yguado (Pendiri & CEO Astrid Entertainment) dan Tami Bhaumik (Wakil Presiden Roblox) memaparkan hasil penelitian mereka mengenai “apa yang diinginkan remaja.” Mereka mengungkap bahwa salah satu temuan utama adalah banyak remaja—sekitar 73% dari kelompok usia 16-24 tahun—merasakan kesepian. Tami Bhaumik mengaitkan fenomena ini dengan dinamika perubahan di dunia dan peran media sosial.

Meski situasinya terdengar cukup suram, Yguado menambahkan bahwa tidak semua remaja terobsesi dengan platform seperti TikTok atau mengikuti tren yang sedang populer. Menurut studi dari UCLA’s Center for Scholars and Storytellers, remaja lebih menghargai nilai-nilai seperti keamanan, kebaikan, toleransi, kebugaran, serta hubungan pertemanan yang erat. Hal ini membuat mereka cenderung mengesampingkan konten yang berfokus pada romance.

Lebih jauh, laporan penelitian UCLA tahun 2024 mencatat bahwa dari 21 opsi konten hiburan, elemen “romance dan/atau seks” menempati peringkat ke-15. Sebaliknya, konten tanpa unsur tersebut berada di posisi ke-8, sementara aspek pertemanan dan interaksi sosial naik ke peringkat ke-5. Bahkan, istilah “nomance” mulai populer; survei tahun 2023 menunjukkan 51,5% remaja menginginkan konten dengan fokus pada hubungan platonis atau yang tidak vulgar, dan angka ini meningkat menjadi 63,5% pada tahun 2024. Selain itu, persentase remaja yang menolak adanya konten seksual sebagai bagian utama plot di TV atau film juga meningkat dari 47,5% menjadi 62,4%.

Pembahasan antara Yguado dan Bhaumik menyoroti betapa pentingnya memahami keinginan remaja—terutama bagi industri video game, yang mayoritas konsumennya adalah anak-anak dan remaja. Meskipun kecenderungan mereka untuk menghindari elemen romance bisa menjadi pertimbangan penting, industri hiburan, khususnya video game, tetap sering menghadirkan konten romance dan sejenisnya dengan penyesuaian sesuai batasan usia.

Demikian informasi mengenai bagaimana pengembang game mengamati perubahan preferensi remaja terhadap unsur romance. Bagaimana menurut kalian tentang tren yang terjadi?

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *